Laju kerusakan kawasan hutan bentang seblat yang merupakan kawasan hutan terakhir habitat gajah Sumatera (elephas maximus sumatranus) dipertontonkan secara terbuka. Tidak ada tindakan yang berarti baik dari pemerintah Provinsi Bengkulu selaku pemangku kawasan maupun oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung yang bertugas memastikan keselamatan kawasan gajah tersisa di Bengkulu ini selamat. Melihat situasi ini, Forum Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Seblat Bengkulu menyurati Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni untuk segera bertindak dan mengambil langkah tegas untuk memastikan keselamatan rumah terakhir gajah Sumatera yang ada di Bengkulu.
Desakan itu disampaikan melalui surat kepada Menteri Kehutanan yang dilayangkan pada Kamis 30 Oktober 2025 sebagai keprihatinan atas praktik-praktik perusakan hutan yang terus terjadi di Bentang Seblat selama bertahun-tahun tanpa ada tindakan tegas, terutama upaya penegakan hukum kehutanan.
Lebih miris lagi, Forum KEE menyoroti program konservasi kehutanan yang saat ini berlangsung di Bentang Seblat yang dikelola oleh Menteri Kehutanan melalui program Conserve (Catalyzing Optimum Management of Natural Heritage for Sustainability of Ecosystem, Resources and Viability of Endangered Wildlife Species), yang tujuan utamanya melestarikan habitat gajah Sumatera di Bengkulu.
Dengan keberadaan program ini, seyogyanya dapat memberikan dampak nyata dalam perlindungan ekosistem Bentang Seblat, terutama wilayah koridor gajah seluas 80.987 ha yang sudah ditetapkan pada tahun 2020.
“Jika berkacamata dari situasi sekarang dimana laju kerusakan kawasan hutan dilakukan secara terang-terangan, kawanan gajah yang semakin jarang ditemui, maka program ini perlu dievaluasi secara menyeluruh, program ini agenda utamanya adalah menyelamatkan satwa kunci seperti harimau dan gajah. Kawanan gajah yang semakin sulit ditemui menunjukan bahwa populasi ini terancam!! ” kata Anggota Forum KEE, Ali Akbar dalam keterangan pers, Jumat, 31 Oktober 2025.
Dari analisis citra sentinel, per 28 Oktober 2025 ditemukan perambahan secara masif dan besar-besaran bahkan menggunakan alat berat sedang terjadi di Bentang Seblat. Data menunjukkan areal hutan alam yang hilang dalam kurun 2024-2025 mencapai lebih dari 2.000 hektar (ha). Perambahan secara masif itu terjadi dalam Hutan Produksi (HP) Air Rami dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis seluas 1.585 ha yang masuk dalam konsesi PT Anugerah Pratama Inspirasi (API) dan dalam HPT Air Ipuh 1 dan HP Air Teramang seluas lebih 500 ha yang masuk dalam konsesi PT Bentara Arga Timber (BAT) yang masih terjadi hingga pers rilis ini disampaikan.
“Pembukaan hutan menggunakan alat berat sudah tentu dilakukan oleh orang atau kelompok orang bermodal. Informasi yang kami dapat sampai dengan sekarang tindakan membuka lahan ini masih terus berlangsung,” kata Ali.
Forum KEE yang dibentuk pada 2017 telah berulang kali mendesak Menhut untuk mengevaluasi perizinan kedua perusahaan kehutanan di Bentang Seblat yaitu PT API dan PT BAT karena terbukti gagal menyelamatkan wilayah kerjanya dari aktivitas pembalakan hutan. Bahkan Gubernur Bengkulu pada 2022 juga telah melayangkan surat kepada Menhut meminta hal yang sama agar mengevaluasi keberadaan kedua perusahaan ini, apalagi aktivitas keduanya di lokasi sudah tidak optimal.
“PT BAT dan PT API berulang kali gagal mengamankan wilayah kerjanya yang dibuktikan dengan perubahan tutupan hutan di wilayah itu, ribuan hektar sudah jadi kebun sawit,” kata Ali.
PT API berdasarkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) SK No: 3/1/IUPHHK-PB/PMDN/2017 tertanggal 3 April 2017 memiliki konsesi seluas 41.988 ha. Namun berdasarkan pemantauan lapangan yang dilakukan oleh Konsorsium Bentang Alam Seblat pada 2024, kerusakan hutan di areal konsesi PT API telah mencapai 14.183 ha. Area tersebut terdiri dari semak belukar 6.577 ha, perkebunan sawit dalam hutan 5.432 ha, dan lahan terbuka 2.173 ha. Kondisi ini menunjukkan bahwa tidak ada pelaksanaan kewajiban reboisasi (penanaman) pada lahan terbuka dan tidak ada kegiatan pengamanan areal oleh perusahaan, sehingga lebih dari 5.000 ha lahannya digarap masyarakat jadi kebun sawit.
“Areal konsesi PT BAT yang rusak sudah bertambah 1.585 hektar, berarti saat ini kerusakan hutan areal PT API sudah mencapai 15.768 hektar, artinya tidak ada upaya sama sekali untuk mempertahankan hutan,” kata Anggota Forum KEE, Supintri Yohar.
Supintri menambahkan bahwa PT BAT juga sama, dengan IUPHHK_HA SK No. 529/MENLHK/SETJEN/HPL.0/8/2021 memiliki konsesi seluas 22.020 ha. Dari luasan tersebut, telah mengalami kerusakan seluas 6.862 ha yang terdiri dari area non-hutan seluas 3.043 ha, kebun sawit seluas 2.162 ha dan areal pertanian lainnya seluas 1.658 ha.Sementara dalam HPT Air Ipuh 1 dan HP Air Teramang yang masuk dalam konsesi PT BAT, ditemukan pembukaan baru dalam kawasan hutan dengan cara tebang habis lebih dari 500 ha, dan hingga akhir Oktober 2025 masih terjadi.
Bahkan dugaan jual beli kawasan hutan di dua areal konsesi ini juga menguat seperti yang pernah di investigasi dan dirilis oleh Konsorsium Bentang Seblat pada 2022.
“Ini adalah praktik kejahatan mafia kehutanan dengan tujuan mendapatkan keuntungan dengan cara memperjualbelikan kawasan hutan. Mereka harus diproses secara hukum karena kejahatan kehutanan termasuk dałam kejahatan luar biasa,” katanya menambahkan.
Atas kondisi ini, Forum KEE melalui surat yang dilayangkan ke Menhut pada 30 Oktober 2025 menuntut 4 poin
1. Evaluasi cepat dan cabut izin konsesi PT API dan PT BAT. Berdasarkan pasal 32 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menyebut pemegang izin sebagaimana diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 29 berkewajiban untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan hutan tempat usahanya. Kemudian, Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, Pasal 156 menyebutkan bahwa setiap pemegang PBPH pada hutan produksi wajib melakukan perlindungan hutan di areal kerjanya, melakukan upaya pencegahan kebakaran hutan di areal kerjanya, bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya, serta melakukan pemulihan terhadap kerusakan lingkungan di areal kerjanya.
2. Evaluasi dan tata ulang implementasi proyek Conserve di Bengkulu, sehingga sejalan dengan tujuan utama program ini yaitu pelestarian keanekaragaman hayati, utamanya satwa terancam punah gajah Sumatera dan memperkuat pengelolaan lanskap prioritas baik di dalam dan di luar kawasan konservasi, serta berkontribusi terhadap pencapaian Global Environmental Benefit dan secara spesifik mendukung program-program nasional, antara lain Forestry and Other Land Uses (Folu) Net Sink 2030, dan Enhanced Nationally Determined Contribution, khususnya untuk sektor kehutanan.
3. Tingkatkan status kawasan Bentang Seblat khusus areal koridor gajah seluas 80.987 ha menjadi kawasan Suaka Margasatwa sebagai upaya perlindungan dua satwa kharismatik Sumatera yaitu harimau Sumatera dan gajah Sumatera yang tersisa di Provinsi Bengkulu.
4. Tindak secara hukum seluruh pelaku kejahatan kehutanan di wilayah Bentang Seblat sebagai wujud penegakan hukum serta memberikan efek jera sekaligus sebagai upaya melindungi kawasan hutan negara yang tersisa.
Kami tidak rela gajah dan rimba Sumatera tinggal cerita.