Sebuah insiden mengkhawatirkan menimpa seorang jurnalis berinisial G (46) saat menjalankan tugas peliputan di area perkebunan Blok Tiga, Desa Kayu Manis, Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu.
Menurut keterangan korban, saat itu ia tengah mendokumentasikan aktivitas warga di kawasan tersebut. Namun tiba-tiba, seorang pria tidak dikenal mendekatinya dengan sikap agresif sambil membawa senjata tajam.
“Pelaku langsung mengacungkan senjata tajam ke arah saya dan mengucapkan kata-kata ancaman. Saya sangat takut karena tidak tahu apa motifnya,” ungkap G saat memberikan keterangan kepada pihak berwajib.
Merasa keselamatannya terancam, G memilih mundur dari lokasi dan segera melaporkan kejadian itu ke pihak kepolisian. Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut telah mengganggu tugas jurnalistik yang dijalankannya.
Kapolsek Selupu Rejang, melalui perwakilannya, membenarkan telah menerima laporan tersebut. “Kami sudah menerima laporan dari korban dan saat ini proses penyelidikan sedang berjalan,” ujar seorang perwira kepolisian yang enggan disebutkan namanya.
Pihak kepolisian juga menegaskan bahwa kasus ini akan diproses sesuai prosedur hukum yang berlaku. “Kami tidak akan mentolerir tindakan yang mengancam keselamatan jurnalis. Penegakan hukum tetap berjalan,” tambahnya.
Kasus intimidasi ini mengundang keprihatinan dari kalangan jurnalis dan pegiat kebebasan pers. Pasalnya, tindakan seperti ini dinilai sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak kebebasan pers yang dijamin undang-undang.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, disebutkan dalam Pasal 8 bahwa “Dalam menjalankan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum.” Artinya, tindakan intimidasi seperti ini merupakan pelanggaran serius.
Selain pelanggaran terhadap UU Pers, pelaku juga dapat dijerat menggunakan pasal-pasal dalam KUHP. Pasal 335 KUHP menyebutkan ancaman hukuman terhadap perbuatan tidak menyenangkan, sedangkan Pasal 368 KUHP mengatur tentang pemerasan dan pengancaman.
Jika terbukti membawa senjata tajam tanpa izin, pelaku juga dapat dikenai sanksi berat sesuai UU Darurat No. 12 Tahun 1951, yang mengatur kepemilikan senjata tajam secara ilegal dengan ancaman hukuman penjara hingga 10 tahun.
Insiden ini menjadi alarm keras bagi semua pihak untuk lebih serius melindungi pekerja media di lapangan. “Kami hanya ingin bekerja sesuai amanat profesi. Tidak seharusnya ada intimidasi saat kami menjalankan tugas,” tegas G.
Masyarakat, aparat penegak hukum, dan pemerintah daerah diimbau untuk bersama-sama menciptakan lingkungan yang aman bagi jurnalis. Harapannya, kejadian seperti ini tidak terulang lagi di Rejang Lebong maupun di daerah lain di Indonesia.